GUNADARMA

Patah Hati


     Perkotaan selalu menyediakan gemerlap lampu yang cantik. Aku tengah mengaduk kopi seraya melarutkan sesak sembari mengiris kesepian dalam logika. Aroma nya menelusup bagaikan rindu mu yang begitu menusuk. Aku tengah merapal jejak terakhirmu pada serpihan tawa dahulu, mengingat lagi senyum mu yang kini telah tiada ditikam oleh waktu. Hatiku menggantung hebat sebuah rasa penasaran yang terbias tenggelamnya sang rembulan. Kini adamu hanya tergambar oleh mimpi dan lamunan paling panjang.
      Kamu mencintainya..
      Aku ditinggal karena nya..
     Kepadamu kepergian, ini merupakan sebait rasa terhadap sebuah tiupan sangkakala. Tertiup lalu mati seketika. Langit mementahkan gemuruh, kilatnya menyikap bintang begitu luluh dan ketiadaanmu membuatku semakin rapuh. Langkah demi langkah telah melupa pijakan dan hatiku tertatih dimakan penyesalan. Merayap tanpa ampun mengunci segala lembutnya embun. 
Pelangi setelah hujan tak secantik dulu, dimana senyum mu menggambarkan itu. Aku seperti merindukan hal pada masa itu, seperti hujan yang merindukan pelangi setelah kesedihannya, menjadikan aku satu satunya warna dalam cahaya yang berpendar menghiasi semesta. Namun, tak ada lagi cahaya. Pelangi hilang diterkam kepergian.
     Kamu mencintainya..
     Aku tak kuasa menahan luka nya..
    Ketiadaanmu mengisi sepi dalam hati, mengurai segala normal ku hingga kegilaan menyelimuti. Sekarang waktu dengan mu hanyalah sebuah omong kosong dan rindumu merupakan dusta yang begitu menyongsong dan bahkan semesta sampai berteriak untuk meminta tolong. Detik perlahan berlalu namun waktu dan aku tetap mencemburui mu. Aku lelah mengeja setiap pelukan, duka dan itu semua ku rasa percuma. 
    Desir angin sesekali pernah menyampaikan tentang secarik pesan dari kabarmu sekarang. Kabarmu tak lagi menjadi juara atas waktu yang terus aku tunggu. Sekarang kabarmu hanya membuat cemburu semakin meletus. Paru-paru ku sesak akibat tidak ada lagi keberadaanmu yang bisa aku hirup. Hati ku berpijar menyala, begitu panas untuk melelehkan segala janji manismu di awal cerita kita. 
     Keputusanmu menerimanya aku tidak masalah, hanya saja terlupakan begitu cepat yang membuat hujan deras di pelupuk mata. Hati membuat goretan prasasti di setiap dindingnya, membekaskan sebuah nama atas rasa tidak terima, menjerit dan kecewa mengepul membuat sesak seiring kepergianmu ke relung hatinya. Pindah begitu cepat, hatiku mati perlahan tersayat.
     Kamu mencintainya..
     Aku menangisi kepergiannya..
     Untukmu wahai hati yang tidak pernah bisa aku miliki. Berbahagia lah dengan janji suci, cukup lah bermanis dalam janji sebab khitbah seorang yang menjadi imam mu sudah bukan lagi hal yang bisa kamu bodohi. Selamat menempuh hidup mu yang baru dari aku yang bukan menjadi suami mu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ETIKA PROFESI dan PROFESIONALISME (pengertian, prinsip, tujuan, dan konsep)

STANDAR INDUSTRI INDONESIA DAN STANDAR TEKNIK

KODE ETIK INSINYUR INDONESIA